A.Pengertian dan Hakikat Yoga
Secara etimologi, kata
yoga berasal dari yud, yang artinya menggabungkan atau hubungan, yakni hubungan
yang harmonis dengan objek yoga. Dalam patanjali Yogasutra, yang dikutip
oleh Tim Fia (2006:6), menguraikan bahwa; “yogas citta vrtti nirodhah”,
artinya, mengendalikan gerakgerik pikiran, atau cara untuk mengendalikan
tingkah polah pikiran yang cenderung liar, bias, dan lekat terpesona oleh aneka
ragam objek (yang dikhayalkan) memberi nikmat. Objek keinginan yang dipikirkan
memberi rasa nikmat itu lebih sering kita pandang ada di luar diri. Maka kita
selalu mencari. Bagi sang yogi inilah pangkal kemalangan manusia. Selanjutnya
Peter Rendel (1979: 14), menguraikan bahwa: “. Kata “Yogum” dalam bahasa
latinnya berasal dari kata yoga yang disebut dengan ”Chongual”. Chongual
berarti mengendalikan pangkal penyebab kemalangan manusia yang dapat
mempengaruhi” pikiran dan badan, atau rohani dan jasmani”. Yoga merupakan jalan
utama dari berbagai jalan untuk kesehatan pikiran dan badan agar selalu dalam
keadaan seimbang. Keseimbangan kondisi rohani dan jasmani mengakibatkan kita
tidak mudah diserang penyakit. Yoga adalah suatu sistem yang mengolah
rohani dan jasmani guna mencapai ketenangan batin dan kesehatan fisik
dengan melakukan latihan-latihan secara berkesinambungan. Fisik atau jasmani
dan mental atau rohani yang kita miliki sangat penting dipelihara dan dibina.
Yoga dapat diikuti oleh siapa saja untuk mewujudkan kesegaran rohani dan
kebugaran jasmani. Dengan yoga “jiwan mukti” dapat diwujudkan. Untuk menyatukan
“badan” dengan ”alam”, dan menyatukan “pikiran, yang disebut juga jiwa” dengan
“ roh” yang disebut Tuhan Yang Maha Esa. Bersatunya roh dengan sumbernya
(Tuhan) disebut dengan “moksa”
Ada beberapa pengertian
tentang yoga yang dimuat dalam buku Yogasutra, antara lain sebagai
berikut.
1. Yoga adalah ilmu yang
mengajarkan tentang pengendalian pikiran dan badan untuk mencapai tujuan akhir
yang disebut dengan samadhi.
2. Yoga adalah
pengendalian gelombang – gelombang pikiran untuk dapat berhubungan dengan Sang
Hyang Widhi Wasa.
3. Yoga diartikan
sebagai proses penyatuan diri dengan Sang Hyang Widhi Wasa secara terus-menerus
(Yogascittavrttinirodhah).
B.Sejarah
Yoga dalam Ajaran Agama Hindu
Adapun orang suci yang membangun dan mengembangkan ajaran ini (yoga) adalah
Maharsi Patañjali. Ajaran yoga dapat dikatakan sebagai anugrah yang luar biasa
dari Maharsi Patañjali kepada siapa saja yang ingin melaksanakan hidup
kerohanian. Bila kitab Veda merupakan pengetahuan suci yang bersifat teoretis,
maka yoga merupakan ilmu yang bersifat praktis dari-Nya. Ajaran yoga merupakan
bantuan kepada siapa saja yang ingin meningkatkan diridi bidang kerohanian.
Kitab yang menuliskan tentang ajaran yoga untuk pertama kalinya adalah Yogasūtra karya Maharsi Patañjali. Namun
demikian dinyatakan bahwa unsur-unsur ajarannya sudah ada jauh sebelum itu.
Ajaran yoga sesungguhnya sudah terdapat di dalam kitab ṡruti, smrti,
itihāsa, maupun purāna. Setelah buku Yogasūtra berikutnya muncullah kitab-kitab
Bhāsya yang merupakan buku komentar
terhadap karya Maharsi Patañjali, di antaranya adalah Bhāsya Niti oleh Bhojaraja dan yang
lainnya. Komentar-komentar itu menguraikan tentang ajaran yoga karya Maharsi
Patañjali yang berbentuk sūtra atau kalimat
pendek dan padat.
Sejak lebih dari 5.000
tahun yang lalu, yoga telah diketahui sebagai salah satu alternatif pengobatan
melalui pernafasan. Awal mula munculnya yoga diprakarsai oleh Maharsi
Patañjali, dan menjadi ajaran yang diikuti banyak kalangan umat Hindu. Maharsi
Patañjali mengartikan kata yoga sama-dengan Cittavrttinirodha yang bermakna
penghentian gerak pikiran. Seluruh kitab Yogasutra karya Maharsi Patañjali
dikelompokkan atas 4 pada (bagian) yang terdiri dari 194 sūtra. Bagian bagiannya
antara lain sebagaimana berikut.
A. Samadhipāda
Kitab ini menjelaskan tentang sifat, tujuan dan bentuk
ajaran yoga. Di dalamnya
memuat perubahan-perubahan pikiran dan tata cara
pelaksanaaan yoga.
B. Shādhanapāda
Kitab ini menjelaskan tentang pelaksanaan yoga seperti tata
cara mencapai
samadhi, tentang kedukaan, karmaphala dan yang lainnya.
C. Vibhūtipāda
Kitab ini menjelaskan tentang aspek sukma atau batiniah
serta kekuatan gaib yang
diperoleh dengan jalan yoga.
D. Kaivalyapāda
Kitab ini menjelaskan tentang alam kelepasan dan kenyataan
roh dalam mengatasi
alam duniawi.
Bersumberkan kitab-kitab tersebut jenis yoga yang
baik untuk diikuti adalah seperti berikut ini.
a. Hatha Yoga
Gerakan yoga yang dilakukan dengan posisi fisik (asana),
teknik pernafasan
(pranayana) disertai dengan meditasi. Posisi tubuh
tersebut dapat mengantarkan
pikiran menjadi tenang, sehat dan penuh vitalitas.
Ajaran hatha yoga berpengaruh
atas badan atau jasmani seseorang. Ajaran Hatha Yoga
menggunakan disiplin
jasmani sebagai alat untuk membangunkan kemampuan
rohani seseorang.
b. Mantra Yoga
Gerakan yoga yang dilaksanakan dengan mengucapkan
kalimat-kalimat suci
melalui rasa kebhaktian dan perhatian yang penuh
konsentrasi. Perhatian
dikonsentrasikan agar tercapai kesucian hati untuk
‘mendengar’ suara kesunyian,
sabda, ucapan Tuhan mengenai identitasnya.
Pengucapan berbagai mantra dengan
tepat membutuhkan suatu kajian ilmu pengetahuan yang
mendalam.
c. Laya Yoga atau
Kundalini Yoga
Gerakan yoga yang dilakukan dengan tujuan
menundukkan pembangkitan daya
kekuatan kreatif kundalini yang mengandung
kerahasian dan latihan-latihan
mental dan jasmani. Ajaran Laya Yoga menekankan pada
kebangkitan masingmasing
cakra yang dilalui oleh kundalini yang bergerak dari
cakra dasar ke cakra
mahkota serta bagaimana memanfaatkan karakteristik
itu untuk tujuan-tujuan
kemuliaan manusia.
d. Bhakti Yoga
Gerakan yoga yang memfokuskan diri menuju hati.
Diyakini bahwa jika seorang
yogi berhasil menerapkan ajaran ini maka dia dapat
melihat kelebihan orang-lain dan
tata-cara untuk menghadapi sesuatu. Praktik ajaran
Bhakti Yoga ini juga membuat
seorang yogi menjadi lebih welas asih dan menerima
segala yang ada di sekitarnya.
Karena dalam yoga ini diajarkan untuk mencintai alam
dan beriman kepada Tuhan
Yang Maha Esa.
e. Raja Yoga
Gerakan yoga yang menitikberatkan pada teknik
meditasi dan kontemplasi. Ajaran yoga ini nantinya mengarah pada tata-cara
penguasaan diri sekaligus menghargai diri sendiri dan sekitarnya. Ajaran Raja
Yoga merupakan dasar dari Yoga Sutra.
f. Jnana Yoga
Gerakan yoga yang menerapkan metode untuk meraih
kebijaksanaan dan pengetahuan.
Gerakan ajaran Jnana Yoga ini cenderung
menggabungkan antara kepandaian dan kebijaksanaan, sehingga nantinya
mendapatkan hidup yang dapat menerima semua filosofi dan agama.
g. Karma Yoga
Dalam ajaran agama Hindu selain diperkenalkan
berbagai jenis gerakan yoga di atas, ada yang disebutkan jenis Tantra Yoga.
Ajaran ini sedikit berbeda dengan yoga pada umumnya, bahkan ada yang
menganggapnya mirip dengan ilmu sihir. Ajaran Tantra Yoga terdiri atas
kebenaran (kebenaran) dan hal hal yang mistik (mantra), dan bertujuan untuk
dapat menghargai pelajaran dan pengalaman hidup umatnya.
C.
Mengenal dan Manfaat Ajaran Yoga
Latihan dan gerakan yoga menjadikan dan mengantarkan jasmani dan rohani umat
sedharma sejahtera dan bahagia. Sepatutnya kita
bersyukur ke hadapan Ida Sang Hyang
Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa karena atas anugrahnya
kita dapat mengenal dan
belajar yoga. Belajar tentang yoga sangat bermanfaat
untuk perkembangan jasmani
dan rohani umat Hindu. Yoga di samping sebagai
pengetahuan rohani juga dapat memberikan latihanlatihan badan/asanas. Asanas
memungkinkan memperbaiki kesehatan banyak orang
dan mencapai suatu kehidupan yang bersemangat.
Melalui pembelajaran yoga para
siswa secara bertahap dapat belajar menjaga pikiran
dan tubuh dalam keseimbangan
yang tenang dalam semua keadaan, mempertahankan
ketenangan dalam situasi apa pun.
Adapun manfaat ajaran yoga dapat dilihat dalam
uraian berikut ini.
1. Sebagai tujuan hidup yang tertinggi dan terakhir
dalam ajaran Hindu yaitu terwujudnya Moksartham Jagadhita Ya Ca Iti Dharma.
2. Untuk menjaga kesehatan, kebugaran jasmani dan
rohani dapat dilakukan melalui praktik berbagai macam gerakan Yoga Asanas.
Berikut ini dapat ditampilkan dalam bentuk kolom beberapa gerakannya.
1.Padmāsana
2.Siddhasana
3.Swastikāsana
4.Sarvangāsana
5.Halāsana
6.Matsyāsana
7.Paschimottanāsana.
8.Mayurāsana (Burung Merak).
9.Ardha Matsyendrāsana
10.Salabhāsana
11.Bhuyanggāsana.
12.Dhanurāsana.
13.Gomukhāsana
14.Trikonāsana.
15.Baddha Padmāsana.
16.Padahasthāsana.
17.Matsyendrāsana.
18.Chakrasana
19.Savāsana.
20.Janusirāsana
21.Garbhāsana.
22.Kukutāsana.
D. Astāngga Yoga
Dalam menjalankan yoga ada tahap-tahap yang harus
ditempuh yang disebut dengan Astāngga yoga. Maksudnya adalah delapan tahapan yang
ditempuh dalam melaksanakan yoga. Adapun bagian-bagian dari Astāngga yoga yaitu
yama (pengendalian diri unsur jasmani), nyama (pengendalian diri unsur-unsur
rohani), asana (sikap tubuh), pranayama (latihan pernafasan), pratyahara (menarik
semua indrinya ke dalam), dharana (telah memutuskan untuk memusatkan diri
dengan Tuhan), dhyana (mulai meditasi dan merenungkan diri serta nama Sang
Hyang Widhi Wasa), dan Samadhi (telah mendekatkan diri, menyatu atau
kesendirian yang sempurna atau merealisasikan diri). Di bawah ini dijelaskan
bagian-bagian dari Astāngga yoga yang dimaksud antara lain sebagai berikut.
1. Yama (Panca Yama
Brata)
Panca Yama Brata adalah
lima pengendalian diri tingkat jasmani yang harus dilakukan tanpa kecuali.
Gagal melakukan pantangan dasar ini maka seseorang tidak akan pernah bisa
mencapai tingkatan berikutnya. Penjabaran kelima Yama Bratha ini diuraikan
dengan jelas dalam patanjali yoga sutra II.35 – 39.
a) Ahimsa atau tanpa
kekerasan. Jangan melukai mahluk lain manapun dalam pikiran, perbuatan atau
perkataan (Patanjali Yoga Sūtra II.35).
b) Satya atau
kejujuran/kebenaran dalam pikiran, perkataan dan perbuatan, atau pantangan akan
kecurangan, penipuan dan kepalsuan (Patanjali
Yoga Sūtra II.36).
2. Niyama (Panca Niyama Bratha)
Panca Yama Brata adalah
lima pengendalian diri tingkat rohani dan sebagai pendukung dari pantangan
dasar sebelumnya diuraikan dalam Patanjali Yoga Sūtra II.40-45.
a) Sauca, kebersihan
lahir batin. Lambat laun seseorang yang menekuni prinsip ini akan mulai
mengesampingkan kontak fisik dengan badan orang lain dan membunuh nafsu yang
mengakibatkan kekotoran dari kontak fisik tersebut (Patanjali Yoga Sūtra
II.40).
Sauca juga menganjurkan
kebajikan sattvasuddi atau pembersihan kecerdasan
untuk membedakan hal-hal
berikut.
1) Saumanasya atau keriangan hati,
2) Ekagrata atau pemusatan pikiran,
3) Indriajaya atau pengawasan nafsu-nafsu,
4) Atmadarsana atau realisasi diri (Patanjali
Yoga Sūtra II.41).
b) Santosa atau
kepuasan. Hal ini dapat membawa praktisi yoga ke dalam kesenangan yang tidak terkatakan.
Dikatakan dalam kepuasan terdapat tingkat kesenangan transendental (Patanjali
Yoga Sūtra II.42).
3. Asana
Asana adalah sikap duduk pada waktu melaksanakan
yoga. Buku Yogasutra tidak mengharuskan sikap duduk tertentu, tetapi
menyerahkan sepenuhnya kepada siswa sikap duduk yang paling disenangi dan
relaks, asalkan dapat menguatkan konsentrasi dan pikiran, dan tidak terganggu
karena badan merasakan sakit akibat sikap duduk yang dipaksakan.
4. Pranayama
Pranayama adalah pengaturan nafas keluar masuk paru-paru
melalui lubang hidung dengan tujuan menyebarkan prana (energi) ke seluruh
tubuh. Pada saat manusia menarik nafas mengeluarkan suara So, dan saat
mengeluarkan nafas berbunyi Ham. Dalam bahasa Sansekerta So berarti energi
kosmik, dan Ham berarti diri sendiri (saya). Ini berarti setiap detik manusia mengingat
diri dan energi kosmik. Pranayama terdiri dari puraka yaitu memasukkan nafas, kumbhaka
yaitu menahan nafas, dan recaka yaitu mengeluarkan nafas. Puraka, kumbhaka dan
recaka dilaksanakan pelanpelan bertahap masing-masing dalam tujuh detik.
5. Pratyahara
Pratyahara adalah penguasaan panca indra oleh
pikiran sehingga apa pun yang diterima panca indra melalui syaraf ke otak tidak
mempengaruhi pikiran. Panca indra adalah pendengaran, penglihatan, penciuman,
perasa dan peraba. Pada umumnya indra menimbulkan nafsu kenikmatan setelah
mempengaruhi pikiran. Yoga bertujuan memutuskan mata rantai olah pikiran dari
rangsangan syaraf ke keinginan (nafsu), sehingga citta menjadi murni dan bebas
dari goncangangoncangan. Jadi yoga tidak bertujuan mematikan kemampuan indra.
6. Dharana
Dharana artinya mengendalikan pikiran agar terpusat
pada suatu objek konsentrasi. Objek itu dapat berada dalam tubuh kita sendiri,
misalnya “selaning lelata” (selasela alis) yang dalam keyakinan Sivaism disebut
sebagai “trinetra” atau mata ketiga Siwa. Dapat pula pada “tungtunging panon”
atau ujung (puncak) hidung sebagai objek pandang terdekat dari mata. Para
sulinggih (pendeta) di Bali banyak yang
menggunakan ubun-ubun (sahasrara) sebagai objek
karena di saat “ngili atma” di ubun-ubun dibayangkan adanya padma berdaun
seribu dengan mahkotanya berupa atman yang bersinar “spatika” yaitu berkilau
bagaikan mutiara. Objek lain di luar tubuh manusia misalnya bintang, bulan,
matahari, dan gunung. Penggunaan bintang sebagai objek akan membantu para yogin
menguatkan pendirian dan keyakinan pada ajaran Dharma, jika bulan yang
digunakan membawa ke arah kedamaian batin, matahari untuk kekuatan jasmani, dan
gunung untuk kesejahteraan. Objek di luar badan yang lain misalnya patung dan
gambar dari dewa-dewi, guru spiritual, yang bermanfaat bagi terserapnya vibrasi
kesucian dari objek yang ditokohkan
itu. Kemampuan pengikut yoga melaksanakan dharana
dengan baik akan dapat memudahkan yang bersangkutan mencapai dhyana dan
samadhi.
7. Dhyana
Dhyana adalah suatu keadaan di mana arus pikiran
tertuju tanpa putus-putus pada objek yang disebutkan dalam Dharana itu, tanpa
tergoyahkan oleh objek atau gangguan atau godaan lain baik yang nyata maupun
yang tidak nyata. Gangguan atau godaan yang nyata dirasakan oleh panca indra
baik melalui pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecap maupun peraba.
Gangguan atau godaan yang tidak nyata adalah dari pikiran sendiri yang
menyimpang dari sasaran objek dharana. Tujuan dhyana adalah aliran pikiran yang
terus menerus kepada Sang Hyang Widhi melalui objek dharana.
8. Samadhi
Samadhi adalah tingkatan tertinggi dari Astāngga yoga, yang dibagi dalam dua keadaan yaitu:
1) Samprajnatta samadhi atau Sabija samadhi, adalah
keadaan di mana yogin masih mempunyai kesadaran.
2) Asamprajnata samadhi atau Nirbija samadhi, adalah
keadaan di mana yogin sudah tidak sadar akan diri dan lingkungannya, karena
batinnya penuh diresapi oleh kebahagiaan tiada tara, diresapi oleh cinta kasih
Sang Hyang Widhi.
E. Etika Yoga
Secara umum, konsep etika dalam yoga termasuk dalam
latihan yama dan niyama,
yaitu disiplin moral dan disiplin diri.
Aturan-aturan yang ada dalam yama dan niyama,
juga berfungsi sebagai kontrol sosial dalam mengatur
moral manusia. Dalam buku
Tattwa Darsana, dijelaskan bahwa etika dalam
yoga adalah; dalam samadhi, seorang
yogi memasuki ketenangan tertinggi yang tidak
tersentuh oleh suara yang tak hentihentinya,
yang berasal dari luar dan pikiran kehilangan
fungsinya, di mana indraindra
terserap ke dalam pikiran. Apabila semua perubahan
pikiran terkendalikan,
si pengamat atau purusa, terhenti dalam dirinya
sendiri. Keadaan semacam ini di
dalam yoga sutra patanjali disebut sebagai svarupa
avasthanam (kedudukan dalam
diri seseorang yang sesungguhnya).
Kelima keadaan pikiran itu adalah sebagaimana
tertera dalam uraian berikut.
1) Ksipta artinya tidak diam-diam. Dalam keadaan
pikiran itu diombang-ambingkan
oleh rajas dan tamas, dan ditarik-tarik oleh objek
indria dan sarana-sarana untuk
mencapainya, pikiran melompat-lompat dari satu objek
ke objek yang lain tanpa
terhenti pada satu objek.
2) Mudha artinya lamban dan malas. Gerak lamban dan
malas ini disebabkan oleh
pengaruh tamas yang menguasai alam pikiran.
Akibatnya orang yang alam
pikirannya demikian cenderung bodoh, senang tidur
dan sebagainya.
3) Wiksipta artinya bingung, kacau. Hal ini
disebabkan oleh pengaruh rajas. Karena
pengaruh ini, pikiran mampu mewujudkan semua objek
dan mengarahkannya
pada kebajikan, pengetahuan, dan sebagainya. Ini merupakan
tahap pemusatan
pikiran pada suatu objek, namun sifatnya sementara,
sebab akan disusul lagi oleh
kekuatan pikiran.
4) Ekarga artinya terpusat. Di sini, citta terhapus
dari cemarnya rajas sehingga sattva
lah yang menguasai pikiran. Ini merupakan awal
pemusatan pikiran pada suatu
objek yang memungkinkan ia mengetahui alamnya yang
sejati sebagai persiapan
untuk menghentikan perubahan-perubahan pikiran.
5) Niruddha artinya terkendali. Dalam tahap ini,
berhentilah semua kegiatan pikiran,
hanya ketenanganlah yang ada. Ekagra dan niruddha
merupakan persiapan
dan bantuan untuk mencapai tujuan akhir, yaitu
kelepasan. Bila ekagra dapat
berlangsung terus menerus, maka disebut
samprajna-yoga atau meditasi yang
dalam, yang padanya ada perenungan kesadaran akan suatu
objek yang terang.
Tingkatan niruddha juga disebut asaniprajnata-yoga,
karena semua perubahan
dan kegoncangan pikiran terhenti, tiada satu pun
diketahui oleh pikiran lagi.
Dalam keadaan demikian, tidak ada riak-riak
gelombang kecil sekali pun dalam
permukaan alam pikiran atau citta itu. Inilah yang
dinamakan orang samadhi yoga.
6) Ada empat macam samparjnana yoga menurut jenis
objek renungannya. Keempat
jenis itu adalah sebagai berikut.
a) Sawitarka ialah apabila pikiran dipusatkan pada
suatu objek benda kasar
seperti arca dewa atau dewi.
b) Sawicara ialah bila pikiran dipusatkan pada objek
yang halus yang tidak nyata
seperti tanmantra.
c) Sananda, ialah bila pikiran dipusatkan pada suatu
objek yang halus seperti rasa
indriya.
d) Sasmita, ialah bila pikiran dipusatkan pada
asmita, yaitu anasir rasa aku yang
biasanya roh menyamakan dirinya dengan ini
Dengan tahapan-tahapan pemusatan pikiran seperti
yang disebut di atas maka ia akan mengalami bermacam-macam fenomena alam, objek
dengan atau tanpa jasmani yang meninggalkannya satu per satu hingga akhirnya
citta meninggalkannya sama sekali dan seseorang mencapai tingkat asamprajnata
dalam yoganya.
1.Yama
2.Niyama
3.Asana
4.Pranayama
5.Pratyahara
6.Dharana
7.Dhyana
8.Samadhi
F. Sang Hyang
Widhi (Tuhan) dalam Ajaran Yoga
Patanjali menerima eksistensi Sang Hyang Widhi
(isvara) di mana Sang Hyang Widhi menurutnya adalah The Perfect Supreme Being,
bersifat abadi, meliputi segalanya, Mahakuasa, Mahatahu, dan Mahaada. Sang
Hyang Widhi adalah purusa yang khusus dan tidak dipengaruhi oleh kebodohan, egoisme,
nafsu, kebencian dan takut akan kematian. Ia bebas dari karma, karmaphala dan
impresi-impresi yang bersifat laten. Patanjali beranggapan bahwa individu-individu
memiliki esensi yang sama dengan Sang Hyang Widhi, tetapi karena ia dibatasi
oleh sesuatu yang dihasilkan oleh keterikatan dan karma, maka ia berpisah
dengan kesadarannya tentang Sang Hyang Widhi dan menjadi korban dari dunia
material ini. Tujuan dan aspirasi manusia bukanlah bersatu dengan Sang Hyang Widhi,
tetapi pemisahan yang tegas antara purusa dan prakrti (Sarasamuccaya, hal 371).
Hanya satu Tuhan (Sang Hyang Widhi). Menurut Vijnanabhisu: “dari semua jenis kesadaran
meditasi, bermeditasi kepada kepribadian Sang Hyang Widhi adalah meditasi yang
tertinggi.
G. Mempraktikkan
Sikap-sikap Yoga
Walaupun yoga diklasifikasikan ke dalam empat disiplin
yang berbeda, tidak ada satu pun yang bersifat istimewa, superior atau lebih rendah
dari yang lain. Semuanya sama pentingnya dan disebutkan dalam kitab Hindu. Kecocokan
disiplin tertentu bergantung dari mental, intelektual dan dimensi emosional dan
hubungannya dengan karma dari pribadi seseorang. Ketika kata yoga digunakan di
negara barat, secara umum ini berarti Hatha Yoga, yang merupakan latihan fisik
dalam sistem hindu kuno dan teknik pernafasan yang dirancang untuk menjaga
tubuh yang sehat.